Pages

Subscribe:

Labels

Minggu, 09 Februari 2014

A.C.O (Akademik, Cinta, dan Organisasi)

Berbicara tentang format mahasiswa ideal selalu menarik didiskusikan. Dalam konteks akademik, mahasiswa mempunyai tanggung jawab terhadap almamaternya maupun terhadap diri sendiri dan orang tua agar kuliahnya menghasilkan predikat memuaskan dan tepat waktu.

Sisi lain mahasiswa mempunyai label ”agent social of change” yang juga tak kalah pentingnya dilakukan. Kondisi ini masuk pada ranah kedudukan mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat. Bahkan predikat ini sudah mengakar pada masyarakat umum bahwa mahasiswa merupakan garda terdepan dalam menatap perubahan masa depan bangsa.Masyarakat memandang mahasiswa itu bisa segalah-galahnya, baik dalam persoalan keilmuan maupun dalam urusan sosial. Dengan demikian ketika mahasiswa menjadi sarjana, mereka harus mampu merespon sekian persolan sosial yang terjadi di sekitar lingkungannya.
      Sementara, pada tataran tanggung jawab akademik mahasiswa dihadapkan pada kehidupan masa depan mereka. Selesai kuliah, bekerja atau menambah daftar pengguran terdidik? Artinya, pada wilayah ini mahasiswa bersentuhan yang namanya dunia kerja. Bicara dunia kerja terkait dengan kemampuan akademik dan IPK.
Bagi mahasiswa yang memiliki kesadaran sosial (social awareness), paradigma yang dibangun adalah selain belajar juga diimbangi (balance) dengan kegiatan sosial, dengan harapan mereka dapat melaksanakan label yang selama ini dimiliki mahasiswa, yaitu sebagai agen perubahan sosial. Pada konteks ini mahasiswa dihadapkan problem benturan aturan akademik yang mengekang kreativitas mahasiswa.

Mahasiswa harus menyeimbangkan A.C.O !!!
What is A.C.O ?
ACO adalah singkatan dari; 
A=Akademik
C=Cinta
O=Organisasi
Dari dua dimensi tanggung jawab di atas itulah, kemudian melahirkan beberapa tipikal mahasiswa. 
         Pertama, Mahasiswa akademik ansich. Mahasiswa model ini biasanya rajin ke kampus. Ada yang menyebutnya mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang), mahasiswa segi tiga K (Kuliah, Kantin, dan Kos). Datang tepat waktu, semua tugas dikerjakan, catatan lengkap, dan manut pada dosen. biasanya diakhir semester menjadi incaran banyak mahasiswa untuk sekedar memfotokopi bahan kuliah dan dijadikan mitra menjawab soal UAS. Banyak Mahasiswa yang fokus pada akademik saja cenderung kaku, kecerdasan diukur dengan indeks prestasi yang mereka dapatkan, bisa dikatakan bahwa tipe seperti ini egois dan kepercayaan dirinya tinggi, sehingga menganggap hanya dirinyalah yang mampuh, Mahasiswa model ini juga cendrung terjebak pada ranah formalitas dan menganggap bahwa ruang kuliah (baca : dosen) merupakan medium satu-satunya sumber ilmu.
   Ada lagi yang sibuk dengan CINTAnya, menganggap bahwa hidup tanpa cinta ''MATI'' bener juga sih, tapi nggak gitu gitu juga kallee '' versi anak gaul. 
       
 Beda lagi dengan Mahasiswa yang hari harinya sibuk dengan ORGANISASI, yang model kaya begini biasanya jarang masuk kampus, mereka mengedepankan idealisme mereka yang menganggap tidak ada orang yang sukses tanpa berorganisasi.
      Demikian perlu dipahami bahwa tiga hal tersebut harus diseimbangkan, kehidupan setelah kuliah tidaklah muda seperti yang kita bayangkan, ketika kita hanya paham akademik saja maka faktanya, seringkali mahasiswa tipe ini gagap ketika berhadapan pada persoalan nyata yang terjadi di masyarakat. Padahal mahasiswa mempunyai tanggung jawab sosial, selesai kuliah diharapkan bisa membangun desanya, pada level lebih besar membangun provinsi, agama dan negaranya. Begitupun dalam dunia kerja, ketika ia gagal dalam persaingan sesuai jurusannya, otomatis menjadi pengangguran terbuka, karena tidak mempunyai skill yang lain (monotonous capability). Kecendrungan negatif adalah gengsi bekerja kalau itu bukan bidangnya, lebih baik nganggur dari pada menahan malu. Hal itu terjadi, karena paradigma yang terbentuk adalah pada orientasi (orientation) bukan kesadaran (awareness). 
Mahasiswa yang organizator. kita stop sampai di sini, kita harus mengkaji dulu, ada satu pertanyaan yang muncul, 
      apakah semua mahasiswa yang organizator mampu mengatur space space hidupnya sendiri'  ?jawabannya ''BELUM TENTU'' 
       kebanyakan mahasiswa mengatasnamakan organisasi lalu meninggalkan kuliahnya demi organisasi namun tidak jelas apakah betul betul demi oraganisasi atau bukan, mala ada fakta yang terjadi bahwa  ada beberapa mahasiswa yang menggunakan organisasi sebagai tempat bersembunyi dari mata kuliah, sebetulnya Mahasiswa yang seperti ini bisa dikatakan dalam tanda kutip ''Penghianat Organisasi'',
kenapa demikian ?, karena mahasiswa yang paham organisasi maka dengan sendirinya ia mampu mengatur jadwalnya sendiri, kapan dia harus berorganisasi, kapan harus masuk kuliah, dan kapan ngapel di rumah Pacar.
         Mahasiswa sebagai agen of change artinya adalah sebagai orang yang bisa mengadakan perubahan pada suatu sistem sosial (individu, keluarga, masyarakat, nusa bangsa) kearah yang lebih baik. Jika ingin benar-benar menjalankan kewajiban tersebut pegang dua pilar yiatu akademi dan organisasi
   
Intinnya semua harus diseimbangkan !! Inilah mungkin yang harus dipegang oleh setiap para organisator. Dan inilah senjata paling ampuh menurut filosof terkenal Pieget yang dikenalkannya sebagai Equilibrium. Keseimbangan untuk mengatur kapling-kapling pikirannya
     Seorang organisator yang profesional apabila didasarkan oleh teori Pieget ini adalah bisa membedakan pemikiran pada saat di organisasi dan pemikiran pada saat kuliah. Mungkin contoh yang paling umum dan agak menggelitik ketidak profesionalan seorang organisator ketika permasalahan ASMARA dibawahnya dalam forum organiasasi, sehingga mempengaruhi kinerjanya. Bahkan permasalahan ini bisa merembet sampai ke perkuliahan, dan seterusnya. Sangat sulit memang untuk menerapkan Equilibrium ini. Namun mari kita mencobanya.. :) 

Mahasiswa yang baik adalah mahasiswa yang sukses Organisasi, sukses Akademik dan tidak mengecewakan Pacar


0 komentar:

Posting Komentar